Minggu, 07 Januari 2018

nasehat Qalbu



BERKATALAH YANG BAIK ATAU DIAM
oleh : Ahmad Budiman
disusun dariberbagai sumber
“Salah satu sifat dan akhlaq orang yang beriman adalah Berkatalah yang baik atau diam,dan Jagalah Lisanmu”
Kaum muslimin dalam kehidupan bermasyarakatnya memiliki keistimewaan yang menjadi ciri khas mereka yaitu adanya sifat kasih sayang dan persaudaraan yang mana sifat kasih sayang tersebut menghiasi mereka sementara wajah mereka dihiasi dengan senyuman.
Dasar kehidupan sesama mukmin adalah persaudaraan dan persahabatan yang baik, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
”Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara.” (Al Hujurat: 10)
Allah subhanahu wa ta’ala telah mengharamkan atas kaum mukminin untuk melakukan sesuatu yang dapat menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala yang berbunyi:
”Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamr/arak dan berjudi itu,dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kamu (dari melakukan perbuatan itu).” (Al-Maidah: 91)

Allah subhanahu wa ta’ala telah memberi karunia kepada hamba-hambaNya dengan menumbuhkan rasa kesatuan di dalam hati mereka, Allah SWT berfirman:
”Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa jahiliyah) kamu bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah (menjadi )orang-orang yang bersaudara.”(Ali Imran: 103)
Dan Allah subhanahu wa ta’ala berfirman pula:
”Dialah yang memperkuatmu dengan pertolonganNya dan dengan para mukmin.
Dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat
mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka.”
(Al-Anfal: 62-63).
Adalah selayaknya setiap pribadi muslim untuk menjaga lidahnya sehingga tidak berkata-kata kecuali untuk kebaikan,dan jika berkata-kata itu sama baiknya dengan tidak berkata-kata, maka agama menganjurkan untuk tidak berkata-kata,
karena terkadang perbincangan yang halal dapat berubah menjadi perbincangan yang makruh dan bahkan menjadi perbincangan yang haram,
inilah yang sering terjadi di antara manusia.
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, dari Nabi shalallahu alaihi wa salam,
beliau bersabda:
”Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah ia berkata-kata yang baik atau hendaklah ia diam.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits yang telah disepakati keshahihannya ini disebutkan bahwa tidak layak seseorang berbicara kecuali jika kata-katanya itu mengandung kebaikan, yaitu perkataan yang mendatangkan kebaikan. Untuk itu jika seseorang ragu
tentang ada atau tidaknya kebaikan pada apa yang akan diucapkannya
maka hendaklah ia tidak berbicara.
Orang yang beriman kepada Allah subhanahu wa ta’ala tentu dia takut kepada ancaman-Nya, mengharapkan pahala-Nya, bersungguh-sungguh melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan-Nya. Yang terpenting dari semuanya itu ialah mengendalikan gerak-gerik seluruh anggota badannya karena kelak dia akan dimintai tanggung jawab atas perbuatan semua anggota badannya, sebagaimana tersebut pada firman Allah:
”Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya kelak pasti akan dimintai tanggung jawabnya”
(Al Isra’ ayat 36)
Bahaya lisan itu sangat banyak, Rasulullah shalallahu alaihi wa salam juga bersabda:
”Bukankah manusia terjerumus ke dalam neraka karena tidak dapat mengendalikan lidahnya” (HR Timridzi)
Beliau juga bersabda:
”Tiap ucapan anak Adam menjadi tanggung jawabnya, kecuali menyebut nama Allah, menyuruh berbuat ma’ruf, dan mencegah kemungkaran.”
(HR Tirmidzi)
Barang siapa memahami hal ini dan beriman kepada-Nya dengankeimanan yang sungguh-sungguh, maka Allah akan memelihara lidahnya sehingga dia
tidak akan berkata kecuali perkataan yang baik atau diam.
Yang terakhir,
nasehat dari Imam Syafi’i yang mengatakan:
”Jika seseorang akan berbicara hendaklah ia berfikir sebelum berbicara,
jika yang akan diucapkannya itu mengandung kebaikan maka ucapkanlah,
namun jika ia ragu (tentang ada atau tidaknya kebaikan pada apa yang akan ia ucapkan) maka
hendaklah tidak berbicara hingga yakin bahwa apa yang akan diucapkan itu
mengandung kebaikan. “
Semoga ada manfaatnya bagi kita, dan marilah kita belajar menjaga jaga lisan – lisan kita dan terus berusaha untuk memikirkan terlebih dahulu, apa yang hendak kita ucapkan.
Allahu A’lam





Seri renungan Hati



Seri Renungan Qalbu

“Jangan sampai Menyesal Karena Waktu”

Oleh: Ahmad Budiman 

(diolah  dari berbagaai sumber)

 

Akhlak dalam memelihra waktu.
Dari Hasan Al-Bashri -Radhiallahu ‘anhu- diriwayatkan bahwa ia berkata: “Wahai anak Adam, sesungguhnya kamu tidak lain hanyalah perjalanan waktu; setiap kali waktu berlalu, berarti hilang sebagian dirimu.” (Siyaru A’laamin Nubalaa’ IV:585)
Diantara ungkapan Hasan lainnya: “Aku pernah bertemu dengan orang-orang di mana masing-masing mereka lebih pelit dalam memelihara umurnya daripada menjaga hartanya.” (“Syarhus Sunnah”, karya Al-Baghawi XIV:225)
Termasuk juga ucapan Al-Hasan dalam menasihati para sahabatnya agar mereka bersikap zuhud terhadap dunia dan menggairahkan mereka untuk mengejar akherat, beliau berkata: “Janganlah benda dunia fana yang sedikit ini melenakan dirimu, demikian juga janganlah mengukur-ukur dirimu. Semua itu akan berlalu dengan cepat mengikis umurmu. Kejarlah ajalmu, jangan lagi katakan: “Besok dan besok.” karena kamu tidak pernah tahu, kapan kamu akan kembali menemui Rabb-mu.” (“Hilyatul Awliyaa” II:140)
Ar-Razi berkata: “aku pernah mendengar Ali bin Ahmad Al-Khawarizmi menyatakan: “aku pernah mendengar Abdurrahman bin Abu Hatim berkata: “Kami pernah berada di Mesir tujuh bulan dan tidak pernah makan sayur (makanan berkuah). Pada setiap siang, kami berkumpul di majelis-majelis para Syaikh. Dan pada malam harinya kami menyalin pelajaran dan mendiktekannya kembali. Pada suatu hari, aku bersama teman dekatku datang menemui seorang Syaikh. Namun orang-orang bilang: “Beliau sedang sakit.’ Di tengah perjalanan, kami melihat ikan yang menarik. Kamipun membelinya. Ketika kami tiba di rumah, tepat datang waktu belajar, sehingga kami belum sempat membereskannya. Kamipun langsung berangkat ke majelis. Demikian terus waktu berlalu hingga tiga hari. Ikan itu tentu saja sudah hampir busuk. Maka kamipun memakannya dalam keadaan mentah. Kami tidak sempat memberikannya kepada seseorang untuk dibakar.” Kemudian beliau menyatakan: “Sesungguhnya ilmu itu tidak bisa diperoleh dengan bersenang-senang.” (“Siyaru A’laamin Nubalaa’” XIII:266)
Abul Wafa Ali bin Abu Aqil menceritakan tentang dirinya sendiri: “sesungguhnya aku tidak membiarkan diriku membuang-buang waktu meski hanya satu jam dalam hidupku. Sampai-sampai apabila lidahku berhenti berdzikir atau berdiskusi, pandangan mataku juga berhenti membaca, segera aku mengaktifkan fikiranku kala beristirahat sambil berbaring. Ketika aku bangkit, pasti sudah terlintas sesuatu yang akan kutulis. Dan ternyata aku mendapati hasratku untuk belajar pada umur delapan puluhan, lebih besar dari hasrat belajarku pada umur dua puluh tahun.” (“Al-Muntazhim” karya Ibnul Jauzi IX:214 menukil dari buku “Sawanih Wa Tawilat Fii Qimatinz Zaman” karya Khaldun Al-Ahdab hal.24)
Beliau juga berkata: “Dengan segala kesungguhan, aku juga memendekkan waktu makanku, sampai-sampai aku lebih memilih memakan biskuit yang dilarutkan dengan air dari pada memakan roti. Alasannya karena kedua makanan tersebut berbeda ketika dikunyah. Yakni demi lebih memberi waktu untuk membaca dan menyalin berbagai hal bermanfaat yang belum sempat kuketahui.” (“Dzail Thabaqatil Hanabilah” I:177, menukil dari buku “Sawanih Wa Ta-wilat Fii Qimatinz Zaman “34)
Semoga Allah merahmati seorang perdana mentri yang faqih semacam Yahya bin Muhammad bin Hubairah – guru dari Ibnul Jauzi, ketika menuturkan:
“Waktu akan semakin berharga bila dijaga dengan baik, tapi aku melihat waktu itu sesuatu yang paling mudah dilalaikan.” (“Dzail Thabaqatil Hanabilah” I:281, menukil dari buku “Sawanih Wa Ta-wilat Fii Qimatinz Zaman “39)
Tentang dirinya sendiri Ibnul Jauzi -Rahimahullah- pernah menuturkan: “Saya telah melihat banyak orang yang berjalan-jalan bersama saya untuk acara kunjung mengunjungi sebagaimana yang menjadi kebiasaan masyarakat. Mereka menyebutkan kebiasaan itu sebagai “pelayanan”. Mereka biasanya mencari tempat duduk (di kediaman seseorang) dan memperbincangkan omongan orang yang tidak berguna. Kadang-kadang semuanya itu diselingi dengan menggunjing orang lain.”
Kebiasaan semacam itu banyak dilakukan oleh anggota masyarakat di jaman kita sekarang ini. Terkadang acara kunjung-mengunjungi itu menjadi tuntutan yang digandrungi, seorang diripun pergi dipaksa-paksakan; khususnya pada hari-hari raya dan ‘Ied. Kita bisa melihat mereka saling tandang ke rumah temannya, tidak hanya mencukupkan diri dengan mengucapkan selamat dan sejenisnya, tapi mereka menyelinginya dengan membuang-buang waktu seperti yang telah saya paparkan.
Ketika kulihat bahwa waktu itu adalah sesuatu yang paling berharga, sementara kewajiban kita adalah melakukan kebajikan, akupun tidak menyukai kebiasaan itu. Sikapku terhadap mereka antara dua hal saja; Kalau aku menyangkal mereka, akan terjadi kerusuhan yang bisa memecah persahabatan. Tapi kalau aku menerima ajakan mereka, aku akan membuang-buang waktu. Akhirnya aku memilih berusaha menolak secara halus, kalau gagal, aku ikuti mereka, namun aku tidak mau ngobrol panjang agar cepat selesai pertemuannya.”
Kemudian aku menyiapkan berbagai aktifitas yang tidak menghalangi aku untuk berbincang-bincang dengan mereka ketika bertemu muka, artinya agar waktuku tidak terbuang sia-sia. Sehingga yang aku persiapkan sebelum bertemu dengan mereka adalah memotong kaghid (kertas yang disiapkan untuk menulis) dan meruncingkan pena serta menyiapkan buku-buku tulis. Semuanya itu perangkat yang tidak boleh tertinggal. Dan untuk mempersiapkannya tidak terlalu membutuhkan fikiran dan konsentrasi. Aku pun mempersiapkannya pada saat-saat terjadi pertemuan dengan mereka agar waktuku tidak terbuang sia-sia.” (“Shaidul Khatir” hal 184,185)
Wallahu Ta’ala A’lam

Cara menghidupan Qalbu



 Rnungan Qalbu 1

BEBERAPA CARA MENGHIDUPKAN HATI”

BAGAIMANA CARA MENGHIDUPKAN HATI?.
Hati yang hidup dan senantiasa mengingat nama Allah merupakan nikmat yang tiada taranya. Sebaliknya, hati yang mati merupakan musibah besar. Jika kita hidup dalam kondisi hati yang mati, maka dalam pandangan Allah hidup kita ini tidaklah berarti.
Sudaraku dibawah ini ada beberapa hal yang dapat menghidupkan hati kita, yaitu sebagai berikut:
1.  Mengingat Allah SWT
Kita tidak perlu membahas lebih jauh mengenai manfaat dari mengingat Allah, karena sudah jelas bagi kita bahwa orang yang berdzikir dengan khusu’, hatinya tidak pernah mati.
Rasulullah Saw. bersabda: “Perumpamaan orang yang berdzikir (mengingat Allah) dengan yang tidak seperti orang yang hidup dan yang mati” (HR. Bukhari).
Dalam Al-Quran disebutkan :
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”.(Ar-Raad : 28).
2. Mengingat Mati
Manfaat yang bisa diambil dari mengingat mati adalah munculnya motivasi yang luar biasa dalam diri kita untuk terus meningkatkan amal ibadah dan berusaha sekuat tenaga untuk menghindari setiap dosa.
Sa’id bin Jabir (w. 95 H) berkata: “Jika mengingat mati hilang dari dalam hatiku, maka aku takut hatiku ini menjadi rusak.”
3. Ziarah Kubur
Ziarah kubur merupakan perbuatan yang telah banyak ditinggalkan oleh sebagian besar kaum muslimin dewasa ini. Padahal ia sangat berguna untuk menghidupkan hati kita.
Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Sufyan bin Salim (w. 132 H), seorang ulama salaf, sering datang ke kuburan umum. Ketika diteliti oleh seseorang yang penasaran dengan tingkah laku Sufyan, ternyata di sana dia duduk di depan setiap kuburan sambil menangis, padahal mereka yang dikubur itu bukanlah sanak saudaranya.
Pada saat peristiwa itu diberitahukan kepada Muhammad bin Munkadir (w. 130 H), ia mengatakan: “Mereka itu adalah saudara dan teman-temannya. Ketika hatinya sedang gundah, dia akan melakukankan itu dengan tujuan untuk menggugah hatinya yang gundah dengan cara mengingat orang-orang yang telah mati”.
4. Berkunjung kepada Orang-orang yang Shaleh
Ini merupakan perbuatan yang sangat bermanfaat bagi suasana hati kita. Ja’far bin Sulaiman (w. 123 H), seorang ulama dari golongan Tabi’in berkata:
“Ketika hatiku dilanda kegalauan, aku segera mendatangi Muhammad bin Wasi’ dan menatap wajahnya. Bagiku, beliau bagaikan obat penawar bagi kondisi hatiku”.
Berkunjung dengan orang shalih akan membawa manfaat karena orang shalih itu adalah orang yang menjaga lisannya, ia akan berkata yang baik baik saja, maka kata kata itulah yang akan menggugah hati kita dengan mendengarkan kata yang baik atau sebuah nasehat.
Kita dituntut untuk senantiasa menjaga hati kita agar tidak terjerumus ke dalam godaan setan, seperti riya dan syirik. Abu Hafsh An-Naisaburi (w. 264 H) mengatakan: “Aku menjaga hatiku selama dua puluh tahun, kemudian hatiku menjagaku selama dua puluh tahun”.
Dan sesungguhnya masih banyak cara dalam rangka menghidupkan hati kita, semoga yang sedikit ini kita semua mampu untuk menjalaninya dan mengamalkannya.

Bertamasya ke negri akherat



 MENGINTIP NEGRI AKHERAT
(Bagian Pertama)
Oleh: Ahmad Budiman

Alhamdulillah,wassholatu wassalamu ala nabiyil karim Muhammad SAW,
Saudaraku yang tercinta kaum muslimin sekalian, sesungguhnya,sebagai umat islam kita meyakini akan adanya kehidupan setelah kehidupan ini, atau yang sering kita sebut alam akherat, Pada tulisan singkat dan sederhana ini kami ingin mengajak saudara sekalian untuk berjalan-jalan sejenak ke negri akherat dengan dasar dalil Al-quran dan Hadis nabi Muhammad yang menjelaskan bagimana keadaan kehidupan manusia setelah kehidupan dunia ini,kita berdo’a kepada Allah semoga kita bisa mengambil hikmah dari tulisan singkat ini.
Sebagai muslim,sumber yang paling terpercaya untuk kita gunakan membahas masalah ini adalah Al-Quran dan Hadis Nabi Muhmmad,karena alam akherat adalah termasuk perkara goib.
Bersiaplah,kita akan seggera memulai perjalanan ini
Sebelum masuk ke negri akherat ada satu fase yang harus kita lewati, tanpa itu tak mungkin kita bisa mengunjungi akherat, apa itu? Ya betul,itu adalah kematian.
Fase pertama: kematian.
Saudaraku terkasih,semoga Allah SWT melindungi kita semua dari godaan setan yang terkutuk,
Kematian Adalah  suatu yang pasti dan mutlak akan kita lewati, tak pandang siapa kita, pejabat,rakyat,raja,ratu,presiden dan bahkan Nabi sekalipun merasakan kematian, terdapat banayak firman Allah tentang kematian yang rasa penting untuk kita bahas pada tulisan singkat ini.
Allah berfirman dalam al-quran surah Ali imran ayat 185,
Artinya: “tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, Maka sungguh ia telah beruntung. kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan”.
Allah juga mengingatkan kita dalam firmanNya yang lain yang menerngkan tentang kematian,kemanapun kita berlari untuk mengindari kemtian dan diamanpun kita bersembunyi dari kematian niscaya kemtian itu akan selalu datang kepada kita walaupun kita berada dalam benteng kokoh sekalipun
Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, Maka Sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu"( Al-jumah ayat 8)
"di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, Kendatipun kamu di dalam benteng yang Tinggi lagi kokoh”.(An-Nisa ayat 78).
Dan juga firman Allah dalam surah Luqman ayat 34 yang menerangkan bagaimana kemtian akan menimpa manusia di tempat yang tak pernah kita ketahui,entah di Mall,di masjid, di caf, jalan raya dll.
“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana Dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”
Dan juga mari kita ingat selalu Nasehat Nabi kita tentang kematian,pada suatu kesempatan beliau berkata,
“Perbanyaklah oleh kalian mengingat pemutus kenikmatan (yaitu kematian)”
Mengingat kemtian maksudnya memikirkan bagimana huru hara dan dahsyat sakratul maut,sehingga dengan demikian kita akan selelu takut untuk melakukan perbuatan yang di larang allah SWT.
Rasulullah bersabda,
“Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah,Sesungguhnya kematian ada masa sekaratnya.” (HR. Al-Bukhari)
Imam Ghozali berpendapat dalam Ihya Ulumuddin nya :
"Rasa sakit yang dirasakan selama sakaratul maut menghujam jiwa dan menyebar ke seluruh anggota tubuh sehingga bagian orang yang sedang sekarat merasakan dirinya ditarik-tarik dan dicerabut dari setiap urat nadi, urat syaraf, persendian, dari setiap akar rambut dan kulit kepala hingga kaki".
Namun yang terpenting bagi muslim adalah bagimana kita mempersiapkan kematian supaya jangan menyesal di kemudian hari,
Apakah ada orang yang menyesal ketika hendak mati atau sekarat? Jawabannya ada, namun sayang penyesalan waktu itu tidak ada gunanya 
“Hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, Dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah Perkataan yang diucapkannya saja.(perkataan yang tidak berfaedah) dan di hadapan mereka ada barzah sampal hari mereka dibangkitkan"
Fase kedua : Alam kubur/Barzah
Setelah kita mati barulah kita masuk dalam alam kubur,dsinilah tempat perbatasan terakhir antara kehidupan dunia dan akherat, di alam kubur kita tidak serta merta masuk dan selesai begitu saja, sekali-kali tidak sesungguhnya di alam kubur terdapat beberpa pertanyaan malaikat yang akan kita jawab,
Mari kita simak beberpa hal tentang alam kubur melalui Sabda Nabi kita Muhmmad SAW.
Sahabat mulia Usman bin Affan apabila melihat kuburan ia menangis sampai basah janggutnya, ada apa gerangan sampai-sampai sahabat yang dijamin masuk surga tersebut menagis melihat kuburan? Beliu berkata,rasulullah bersabda:
Kubur adalah tempat singgah pertama dari tempat singgah-singgah akhirat,apabila orang selamat di dalamnya maka setelahnya akan menjadi lebih ringan urusannya namun jika tidak selamat  dari kubur maka beratlah urusannya setelahnya”
Di dalam kitab Ahkam al-janaiz, karya al-Albani halaman 59 dan shaih al jami’ ash-shagir no 1672 di ceritakan dalam sebuah hadis panjang yang intinya adalah jika kita bisa menjawab pertanyaan malaikat di alam kubur maka kubur yang sempit tersebut menjadi luas dan indah dan juga di temani teman yang baik nan rupawan,
Rasulullah bersabda dalam hadis yang lain tentang keadaan orang yang tidak bisa menjawab pertanyaan malaikat di alam kubur;
 adapun orang kafir atau munafik (ketika di tanya malaikat) maka dia akan mengatakan “aku tidak tahu,dahulu aku mengatakan apa yang dikatakan manusia” maka di katakan kepada mereka “kamu tiadak mencari tahu (tentang agama) dan tiadak pula mengikutu (ulama),lalu ia dipukul dengan palu dari besi satu kali pukulan pada bgian muka antara dua telinganya, maka dia menjerit dengan jeritan yang di dengar oleh apa-apa yang ada di sekitarnya kecuali jin dan manusia”
Demikianlah saudaraku, semoga kita selamat dari pertanyaan alam kubur sehingga kita bisa mersakan kenikmatannya,maka mari sekali lagi persiapkan bekal agar bisa menjawab pertanyaan dua malaikat tersebut agar supaya tidak meyesal di kemudian hari,
Di alam kubur inilah kita akan menunggu sampai hari kiamat terjadi, kita tidak akan bisa beranjak ke fase berikutnya jika di dunia belum terjadi hari kiamat,

Fase ketiga: Hari Kiamat dan pengumpulan manusia di padang Mahsyar.
Setelah Dunia mengalami kehancuran total (kiamat) maka semua orang akan mati lalu  kemudian orang-orang yang berada di alam kubur di bangkitkan dan di kumpulkan dalam padang mahsyar untuk di adili atas apa yang pernah mereka lakukan ketika hidup di dunia mereka dibangkitkan dan tidak akan mati setelah itu walupun banyak malapetaka yang akan menimpa, abadi selamnya
Sebelum kita lanjut memmbahas bagaimana keadaan orang-orang di padang mahsyar,terlebih dahulu ingin kami berikan sedikit gambaran bagaimana kengerian dan kedahsyatan hari kiamat yang di gambarkan Allah dalam Al-Quran,
Mari sejenak kita simak firman Allah  berikut dalam surah Al-Hajj ayat 1 dan 2 
Artinya: “Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; Sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar(dahsyat),(ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu Lihat manusia dalam Keadaan mabuk, Padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat keras”
Saudaraku,coba baca ayat tersebut sekali lagi dan renungkan artinya, betapa dahsyatnya guncangan hari kiamat tersebut sampai-sampai wanita yang sedang menyusui anaknya langsung lupa sama anak yang di susuinya dan wanita yang sedang hamil seketika langsung gugur kandungannya dikarenakan ngeri dan kerasnya guncangan hari kiamat.
Allah juga berfirman dalam surah Al-Qoriah ayat 1 s/d 5,  
"hari kiamat,Apakah hari kiamat itu? tahukah kamu Apakah hari kiamat itu? pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang bertebaran, dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan."
Setelah hari kiamat terjadi pada tiupan sangkakala pertama yang membinasakan semua mahluk, maka malaikat isrofil meniup sangkakkala yang kedua maka seketika itupun manusia mulai bangkit dan berkumpul di padang mahsyar dalam keadaan tidak menggunakan sehelai kainpun,
Pada suatu ketika Nabi Muhmmad bersabda “pada hari kiamat manusia akan dibangkitkan tanpa mengenakan sandal dan dalam keadaan tidak disunat” mendengar Rasulullah bersabda demikian maka Aisyah bertanya
Wahai rasulullah,wnita dan laki-laki dikumpullkan berarti sebagian mereka akan melihat sebagian yang lain?” maka Nabi Muhmmad menjaawab “wahai Aisyah, perkaaranya lebih dahsyat dari pada saling melihat pada sebagian yang lain” (shahih muslim 17/192-195)
Senada dengan firman Allah yang menegaskan pertalian nasab dan persahabatan akan putus dan tidak mau saling sapa karena takut dengan hasil yang  akan mereka dapatkan
 "apabila sangkakala ditiup Maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu[1023], dan tidak ada pula mereka saling bertanya.
[1023] Maksudnya: pada hari kiamat itu, manusia tidak dapat tolong menolong walaupun dalam kalangan sekeluarga.
Saudarku yag dirohmati Allah,
Pada saat kiamat atau pengumpulan di padang mahsyar kondisi manusia berbeda-beda,  (BERSAMBUNG KE BAGIAN YANG KEDUA)


Menggengam Surga (bagian satu)

Surga dalam pandangan islam Dalam pandangan islam surge adalah sebuah tempat akhir dari perjalanan panjang manusia yang di sediakan bagi...